BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nematoda mempunyai jumlah spesies yang terbesar diantara cacing-cacing
yang hidup sebagai parasit. Nematoda terdiri dari beberapa spesies, yang
banyak ditemukan didaerah tropis dan tersebar diseluruh dunia. Seluruh
spesies cacing ini berbentuk silindrik (gilig), memanjang dan bilateral
simetris.cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat,siklus hidup,dan
hubungan hospes-habitat (host-parasite relationship). Cacing ini
bersifat uniseksual sehingga ada jenis jantan dan betina. Cacing yang
menginfeksi manusia diantaranya adalah N.americanus dan A.duodenale
sedangkan yang menginfeksi hewan (anjing/kucing) baik liar maupun
domestik adalah A.ceylanicum meskipun cacing ini dilaporkan dapat
menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan tidak pernah menyebabkan
creeping eruption, sedangkan A.caninum dan A.braziliense tidak dapat
menjadi dewasa dalam usus halus manusia dan menyebabkan creeping
eruption pada manusia. Akibat utama yang ditimbulkan bila menginfeksi
manusia atau hewan adalah anemia mikrositik hipokromik, karena Nematoda
dapat menyebabkan pendarahan di usus. Perbedaan morfologi antar spesies
dapat dilihat dari bentuk rongga mulut, ada tidaknya gigi, dan bentuk
bursa kopulatriks cacing jantan. tambang tersebar luas di daerah tropis,
pencegahan tergantung pada sanitasi lingkungan, kebiasaan berdefikasi,
dan memakai alas kaki. Strongyloides stercoralis merupakan cacing
Nematoda usus yang hidup parasit pada manusia, namun dalam siklus
hidupnya terdapat fase hidup bebas di tanah. Bentuk telurnya sulit
dibedakan dengan telur cacing tambang.
Manusia dapat terinfeksi melalui 3 cara: yaitu langsung, tak langsung,
dan autoinfeksi. Cara pencegahan dan penyebaran cacing ini sama seperti
cacing tambang. Obat yang efektif untuk strongyloidiasis adalah
thiabendazol. Akibat utama yang ditimbulkan adalah peradangan pada usus,
disentri terus-menerus dan rasa sakit pada perut bagian kanan atas.
Diagnosis dengan menemukan larva dalam tinja atau dalam sputum
penderita. Pada cacing Nematoda usus ada beberapa spesies yang
menginfeksi manusia maupun hewan. Nematoda usus terbesar adalah
A.lumbricoides yang bersama-sama dengan T.trichiura, serta cacing
tambang sering menginfeksi manusia karena telur cacing tersebut semuanya
mengalami pemasakan di tanah dan cara penularannya lewat tanah yang
terkontaminasi sehingga cacing tersebut termasuk dalam golongan
soil-transmitted helminths. A.lumbricoides, T.trichiura dan
E.vermicularis mempunyai stadium infektif yaitu telur yang mengandung
larva. Siklus hidup A.lumbricoides lebih rumit karena melewati siklus
paru-paru, sedangkan T.trichiura dan E.vermicularis tidak. Gejala klinis
penyakit cacing ini bila infeksi ringan tidak jelas, biasanya hanya
tidak enak pada perut kadang-kadang mual. Infeksi askariasis yang berat
dapat menyebabkan kurang gizi dan sering terjadi sumbatan pada usus.
Trikhuriasis berat biasanya dapat terjadi anemia, sedangkan pada
enterobiasis gejala yang khas adalah gatal-gatal di sekitar anus pada
waktu malam hari saat cacing betina keluar dari usus untuk meletakkan
telunya di daerah perianal. Diagnosis askariasis dan trikhuriasis dengan
menemukan telur dalam tinja penderita, sedangkan untuk enterobiasis
dapat ditegakkan dengan anal swab karena telur E. vermicularis tidak
dikeluarkan bersama tinja penderita.
Infeksi cacing usus ini tersebar luas di seluruh dunia baik daerah
tropis maupun sub tropis. Anak-anak lebih sering terinfeksi dari pada
orang dewasa karena kebiasaan main tanah dan kurang/belum dapat menjaga
kebersihan sendiri. Semua infeksi cacing usus dapat dicegah dengan
meningkatkan kebersihan lingkungan, pembuangan tinja atau sanitasi yang
baik, mengerti cara-cara hidup sehat, tidak menggunakan tinja sebagai
pupuk tanaman dan mencuci bersih sayuran/buah yang akan di makan mentah.
Obat cacing, seperti piperasin, mebendazole, tiabendazol, dan lain-lain
dapat diberikan dengan hasil yang cukup memuaskan.
B. Tujuan
Tujuan makalah ini disusun adalah antara lain :
• Untuk mengetahui klasifikasi Nematoda Usus
• Untuk mengetahui morfologi Nematoda Usus
• Untuk mengetahui siklus hidup Nematoda Usus
• Untuk mengetahui apa saja patologi dan gejala klinis penyakit yang disebabkan oleh Nematoda Usus
• Untuk mengetahui epidiomologi penyakit yang disebabkan oleh Nematoda Usus
BAB II
PEMBAHASAN
1. Ascaris lumbricoides
GAMBAR 1
Klasifikasi Ascaris lumbricoides
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Ascoridida
Super famili : Ascoridciidea
Genus : Ascaris
Species : Ascaris lumbricoides
Hospes dan distribusi
Manusia
merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Di manusia, larva
Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan mengadakan kopulasi serta
akhirnya bertelur. Penyakit yang disebabkannnya disebut Askariasis.
Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang
Ascaris lumbricoides, yang merupakan penyakit kedua terbesar yang
disebabkan oleh makhluk parasit.
Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia. Prevalensi askariasis sekitar 70-80%.
Morfologi
Cacing
jantan berukuran sekitar 10-30 cm, sedangkan betina sekitar 22-35 cm.
Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut
di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan
terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. Stadium dewasa
cacing ini hidup di rongga usus muda.
Cacing
dewasa hidup pada usus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur
hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi
berukuran 60 x 45 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya
lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang
dapat menginfeksi manusia.
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu 3 minggu.
Siklus hidup
GAMBAR 2
Usus manusia -> Cacing -> Telur Cacing -> Keluar
bersama feses -> Tersebar -> Menempel pada makanan -> Termakan
-> Menetas -> Larva -> Menembus Usus -> Aliran Darah ->
Jantung -> Paru-Paru -> Kerongkongan -> Tertelan -> Usus
Manusia -> Cacing Dewasa
Telur
Ascaris yang berisi embrio diagnosis askariasis dilakukan dengan
menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa pada
anus, hidung, atau mulut.
Patologi Dan Gejala Klinis
Gejala
yangh timbul pada penderita dapat disebabkan cacing dewasa dan larva,
biasanya terjadi pada saat berada diparu-paru. Gangguan yang disebabkan
cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala
gtangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau
konstipasi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing menggumpal dalam
usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu
cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkus dan
menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan
operatif.
Epidemiologi
Di
Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak.
Frekuensinya antara 60-90%. Penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga
kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga
dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini.
Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat
yang memiliki kelembapan tinggi dan pada suhu 25° - 30° C. Pada kondisi
ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung larva) dalam waktu
2-3 minggu.
2. Enterobius vermicucularis
GAMBAR 3
Klasifikasi Enterobius vermicucularis
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Oxyurida
Super famili : Oxyuroidea
Genus : Enterobius
Species : Enterobius vermicularis
Hospes dan Nama Penyakit
Hospesnya manusia. Nama penyakitnya adalah oksiuriasis atau entrobiasis.
Morfologi
Cacing
dewasa berkuran kecil, berwarna putih. Ynag betina jauh lebih besar dari
cacing jantan. Ukuran cacing betina sampai 13 mm, sedangkan yang jantan
sampai sepanjang 5 mm. Di daerah anterior di sekitar leher, kutikulum
cacing melebar yang disebut sayap leher. Esofagus cacing ini juga khas
bentuknya oleh karena memiliki bentuk bulbus esofagus ganda, terdapat 3
buah bibir dan ekor yang melengkung pada jantan, sedangan betinanya
meruncing.
Seekor
cacing betina memproduksi telur sebanyak 11000 butir setiap
harinyaselama 2 sampai 3 minggu; sesudah itu cacing betina mati. Telur
bentuk asimetrik ini tidak berwarna, mempunyai dinding yang tembus
sinar, dan berisi larva yang hidup.
Siklus Hidup
Telur
-> tertelan -> melalui jalan napas -> menetas di duodenum ->
larva rabditiform -> Cacing dewasa di jejunum bagian atas ileum.
Patologi
Cacing
dewasa jarang menimbulkan kerusakan jaringan yang berarti. Akibatnya
migrasinya ke daerah perianal dan perianeal menimbulkan gatal-gatal yang
bila digaruk dapat menimbulkan infeksi sekunder. Gatal-gatal ini juga
dapat menyebabkan gangguan tidur penderita. Kadang-kadang cacingbetina
mengadakan migrasi ke daerah vagina dan tuba falopii sehingga
menyebabkan radang ringan di daerah tersebut. Meskipuncacing seringkalai
dijumpai dalam apendiks, akan tetapi jarang menimbulkan apendissitis.
Bila tidak ada reinfeksi, enterobiasis dapat sembuh dengan sendirinya
oleh karena 2-3 minggu sesudah bertelur, cacing betina akan mati.
Epidemiologi
Cacing
kremi tersebar luas di seluruh dunia baik di daerah tropik maupun
subtropik. Di daerah yang bersuhu rendah enterobiasis lebih banyak
dijumpai oleh karena di daerah dingin orang jarang mandi dan tidak
sering mengganti pakaian dalam (Soedarto, 1991).
3. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
GAMBAR 4
Klasifikasi Necator americanus
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super famili : Rhabditoidea
Genus : Necator
Species : Necator americanus
Klasifikasi Ancylostoma duodenale
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Rhabditida
Super famili : Rhabditoidea
Genus : Ancylostoma
Species : Ancylostoma duodenale
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes
definitif kedua cacing ini, adalah manusia. Cacing ini tidak mempunyai
Hospes perantara.Tempat hidupnya ada di dalam usus halus terutama
jejunum dan duodenum.Penyakit yang disebabkan oleh parasit ini disebut
Nekatoriasis dan Ankilostomiasis.
Morfologi
Cacing
betina N.americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira sekitar 9000
butir, sedangkan A.deudenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina
berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan 0,8 cm. Bentuk badan
N.americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A.duodenale
menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar.
N.americanus mempunyai benda kitin, sedangkan pada A.duodenale ada dua
pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik.
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5
hari, kelurlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva
rabditiform tumbuh menjadi larva filoariform, yang dapat menembus kulit
dan dapat hidup dalam 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang
besarnya kira-kira 60x40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding
tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform panjangnya
kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira
600 mikron.
Siklus Hidup
Telur
-> Larva rabditiform -> Larva filariform -> menembus kulit
-> kapiler darah -> jantung kanan -> paru -> bronkus ->
trakea -> laring -> usus halus
Patologi
Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis
1 Stadium Larva
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi
perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya
ringan
2 Stadium dewasa
Gejala tergantung pada :
a). Spesies dan jumlah cacing
b). keadaan gizi menderita (Fe dan protein)
Tiap
cacing N.americanus menyebabkan banyak kehilangan darah 0,005-0,1 cc
sehari, sedangkan A.duodenale 0,08-0,34 cc. Biasanya terjadi Adenmia
hipokrom mikrosita. Di samping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti
adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak
menyebabkan kematian tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja
turun.
Epidemiologi
Insiden
tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia terutama di pedesaan
khususnya di perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang
langsung behubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih dari 70%.
Kebiasaan defeksi dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun penting dalam
penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah
gembur (pasir, humus) dengan suhu optimal untuk N.americanus 28°-32° C,
sedangkan untuk A.duodenale 23°-25° C. Untuk menghindari infeksi salah
satu antara lain, dengan memakai alas kaki (sepatu, sandal).
4. Trichuris trichiura (Trichocephalus dispar, cacing cambuk)
Klasifikasi Trichuris trichiura
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super famili : Ttichinelloidea
Genus : Trichuris
Species : Trichuris trichiura
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia
merupakan hospes cacing ini. Penyakit yang disebabkannya disebut
Trikuriasis. Cacing ini lebih sering ditemukan bersama-sama Ascaris
lumbricoides. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar manusia, terutama
di daerah sekum dan kolon. Cacing ini juga kadang-kadang ditemukan di
apendiks dan ileum (bagian usus palaing bawah). Bagian distal penyakit
yang disebabkan cacing ini disebut Trikuriasis.
Morfologi
Cacing
betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4
cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5
dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada
cacing betina bentuknys membulat tumpul dan pada cacing jantan
melingkar dan terdapat satu spikulum.
Telur
berukuran 50 – 54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan
semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar
berwarna kuning-kekuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur berisi sel
telur (dalam tinja segar).
Siklus Hidup
Cacing
dewasa hidup di usus besar manusia -> telur keluar bersama tinja
penderita -> di tanah telur menjadi infektif -> infeksi terjadi
melalui mulut dengan masuknya telur infektif bersama makanan yang
tercemar atau tangan yang kotor.
Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina melatakkan telur kira-kira 30-90 hari.
Telur
yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut
menjadi matang, yaitu telur yang berisi larva dan merupakan bentuk
infektif, dalam waktu 3 samapai 6 minggu dalam lingkungan yang lembab
dan tempat yang teduh. Cara infektif secara langsung bila kebetulan
hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan
masuk ke dalam usus halus. Sesudah dewasa cacing turun ke usus bagian
distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak
mempunyai siklus paru.
Patologi dan Gejala Klinis
Cacing
Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga
ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat terutama pada anak,
cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rrektum. Kadang-kadang terlihat
di mukrosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita
pada waktu defekasi. Cacing ini memasukan kepalanya ke dalam mukosa
usus, hingga terjadi tyrauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan
mukosa usus. Pada tempat perlekatannya terjadi pendarahan. Di samping
ini ternyata cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga dapat
menyebabkan anemia.
Penderita
terutama anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan menahun,
menunjukan gajala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi
dengan sindrom disehuris yang berat dan menahun, menunjukan
gajala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom
disentri, anemia, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus
rektum. Infeksi berat Trichuris trichiura sering disertai dengan
infeksi cacing lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak
memberikan gejala klinis jelas atau sma sekali tanpa gejala, parasit ini
ditemukan pada tinja secara rutin.
Epidemiologi
Yang
penting untuk penyebaran, penyakit adalah kontaminasi tanah dengan
tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan tduh dengan suhu
optimum kira-kira 30°C. Di berbagai negeri pemakaian tinja sebagai pupuk
kebun merupakan sumber infeksi. Frkuensi di Indonesia tinggi. Di
beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya berkisar antara 30 –
90 %.
Di daerah
yang sangat endemik infeksi dapat dicegah pengobatan penderita
trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi
dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan,
mencicu dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi
di negeri-negeri yang memakai tinja sebagai pupuk.
5. Strongyloides stercoralis
GAMBAR 5
Klasifikasi Strongyloides stercoralis
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super famili : Rhabiditoidea
Genus : Strongyloides
Species : Strongyloides stercoralis
Hospes dan Nama Penyakit
Manusia
merupakan hospes utama cacing ini, walaupun ada yang ditemukan pada
hewan. Cacing ini tidak mempunyai hospes perantara.Cacing ini dapat
mengakibatkan penyakit strongilodiasis.
Morfologi
Cacing dewasa betina hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan
yeyunum. Cacing betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan
panjangnya kira-kira 2mm. Cara berkembang biaknya adalah secara
parthenogenesis. Telur bentuk parasitic diletakkan di mukosa usus,
kemudian menetas menjadi larva rabditiform yang masuk ke rongga usus
serta dikeluarkan bersama tinja.
Siklus Hidup:
Parasit ini mempunyai tiga siklus hidup:
1. Autoinfeksi
Telur
menetas menjadi larva rabditiform di dalam mukosa usus -> di dalam
usus larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform -> larva
filariform menembus mukosa usus, tumbuh menjadi cacing dewasa.
2. Siklus Langsung
Sesudah 2
– 3 hari di tanah, larva rabditiform, berubah menjadi larva filaform
dengan bentuk langsing.Bila larva ini menembus kulit manusia, larva
tumbuh,masuk ke dalam peredaran darah veha kemudian melalui jantung
sampai ke paru-paru. Dari paru, parasit yang mulai dewasa,menembus
alveolus, masuk ke trakea dan laring.Sesudah sampai di laring,tarjadi
refleks batuk, sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus
dan menjadi dewasa.
3. Siklus Tidak Langsung
Pada
siklus ini, larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan
betina.Cacing betina berukuran 1mm x 0,06mm, dan yang jantan berukuran
0,75 mm x 0.04 mm. Cacing betina mengalami pembuahan dan menghasilkan
larva rabditiform yang kemudian menjadi larva filaform. Larva ini masuk
ke dalam hospes baru. Siklus tidak langsung ini terjadi apabila
lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang
dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri-negeri
tropik beriklim rendah.
Patologi dan gejala Klinis
Bila larva filaform ini menembus kulit, timbul kelainan kulit yang
dinamakan creeping eruption yang disertai denagn rasa gatal yang hebat.
Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus muda.Infeksi ringan
pada umumnya tidak menimbulkan gejala. Sedangkan pada infeksi sedang,
dapat menyebabkan rasa sakit, di daerah epigastrium tengah dan tidak
menjalar. Mungkin ada mual dan muntah,diare dan konstipasi yang saling
bergantian.Pada cacing dewasa yang hidup sebagai parasit, dapat
ditemukan di seluruh traktus digestivus dan larvanya dapat ditemukan di
bebagai alat dalam.
Epidemiologi
Daerah yang panas, kelembapan tinggi dan sanitasi yang kurang, sanagt
menguntungkan cacing Strongyloides.Tanah yang baik untuk pertumbuhan
larva yaitu, tanah gembur, berpasir dan humus.Frekuensi di Jakarta pada
tahun 1956, sekitar 10-15%, sekarang jarang ditemukan.Pencegahan yang
disebabkan cacing ini, tergantung pada sanitasi pembuangan tinja dan
melindungi kulit dari tanah yang terkontanimasi, misalnya dengan memakai
alas kaki.
6. Trichinella spiralis (Trichina worm, cacing trichina)
GAMBAR 6
Klasifikasi Trichinella spiralis
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super famili : Ttichinelloidea
Genus : Trichinella
Species : Trichinella spiralis
Hospes dan Nama Penyakit
Cacing ini hidup dalam mukosa duodenum, sampai sekum manusia. Selain
menginfeksi manusia, cacing ini juga menginfeksi mamalia lain, seperti
tikus, kucing, anjing, babi, beruang, dll. Penyakit yang disebabkan
parasit ini disebut trikinosis, trikinelosis, dan trikiniasis.
Morfologi
Cacing dewasa sangat halus menyerupai rambut, ujung anterior langsing,
mulut kecil, dan bulat tanpa papel. Cacing jantan panjangnya 1,4-1,6 mm,
ujung posteriornya melengkung ke ventral dan mempunyai umbai berbentuk
lobus, tidak mempunyai spikulum tepi. Dan tidak terdapat vas deferens
yang bisa dikeluarkan sehingga da[at membantu kopulasi. Cacing betina
panjangnya 3-4 mm, posteriornya membulat dan tumpul.
Cacing betina tidak mengeluarkan telur, tetapi mengeluarkan larva
(larvipar). Seekor cacing betina mengeluarkan larva sampai 1500 buah.
Panjang larva yang baru dikeluarkan kurang lebih 80-120 mikron, bagian
anterior runcing dan ujungnya menyerupai tombak.
Siklus Hidup
Siklus hidup alami yang terjadi antara babi dan tikus -> babi
mengandung kista yang infektif -> manusia terinfeksi olh karena makan
daging babi atau mamamlia lain yang mengandung kista -> cacing
dewasa hidup di dalam dinding usus -> larva membentuk kista di dalam
otot bergaris
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala Trikinosis tergantung pada beratnya infeksi disebabkan oleh
cacing stadium dewasa dan stadium larva. Pada saat cacing dewasa
mengadakan invasi ke mukosa usus, timbul gejal usus sepertiskit perut
diare, mual dan muntah. Masa tunas gejala usus ini kira-kira 1-2 hari
sesudah infeksi.
Larva tersebar di otot kira-kira 7-28 hari sesudah infeksi. Pada saat
ini timbul gejal nyeri otot (mialgia) dan randang otot (miositis) yang
disertai demem, eusinofilia dan hipereosinofilia.
Gejala yang disebakan oleh stadium larva tergantung juga pada alat yang
dihinggapi misalnya, dapat menyebabkan sembab sekitar mata, sakit
persendian, gejala pernafasan dan kelemahan umum. Dapat juga menyebabkan
gejala akibat kelainan jantung dan susunan saraf pusat bila larva
T.spiralis tersebar di alat-alat tersebut. Bila masa akut telah lalu,
biasanya penderita sembuh secara perlahan-lahan bersamaan dengan
dibentuknya kista dalam otot.
Pada infeksi berat (kira-kira 5.000 ekor larva/kg berat badan) penderita
mungkin meninggal dalam waktu 2-3 minggu, tetapi biasanya kematian
terjadi dalam waktu 4-8 minggu sebagai akibat kelainan paru, kelainan
otak, atau kelainan jantung.
Epideologi
Cacing ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit), kecuali di kepulauan
Pasifik dan Australia. Frekuensi trikinosis pada manusia ditentukan oleh
temuan larva dalam kista di mayat atau melalui tes intrakutan.
Frekuensi ini banyak ditemukan di negara yang penduduknya gemar makan
daging babi. Di daerah tropis dan subtropis frekuensi trikinosis
sedikit.
Infeksi
pada manusia tergantung pada hilang atau tidak hilangnya penyakit ini
dari babi. Larva dapat dimatikan pada suhu 60-70 derajat celcius, larva
tidak mati pada daging yang diasap dan diasin.
7. Toxocara canis (dog worm) dan Toxocara cati (cat worm)
GAMBAR 7
Klasifikasi Toxocara canis dan Toxocara cati
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernemtea
Ordo : Ascoridida
Super famili : Ascoridciidea
Genus : Toxocara
Species : Toxocara canis /cati
Hospes dan Nama Penyakit
Toxocara
canis ditemukan pada anjing, sedangkan Toxocara cati ditemukan pada
kucing. Belum pernah ditemukan infeksi campuran pada satu macam hospes.
Kadang-kadang cacing ini dapat hidup pada manusia sebagai parasit yang
mengembara dan menyebabkan penyakit yang disebut Visceral larva migrans.
Morfologi
Toxocara
canis jantan mempunyai ukuran panjang bervariasi antara 3.6 – 8.5 cm.
Sedangkan yang betina antara 5.7 – 10 cm. Toxocara cati jantan antara
2.5 – 7.8 cm, yang betina antara 2.5 – 14 cm. bentuknya menyerupai
Ascaris lumbricoides muda. Pada Toxocara canis terdapat sayap servikal
yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada Toxocara cati bentuk sayap
lebih lebar, sehingga kepalanya menyerupai kepala ular kobra. Bentuk
kedua ekor spesies hamper sama, yang jantan ekornya lurus dan meruncing
(digitiform), yang betina bulat meruncing.
Siklus Hidup
Telur -> ditelan manusia -> menetas -> larva mengembara.
Patologi dan Gejala Klinis
Pada
manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-alat
dalam ususnya di hati.penyakit yang disebabkan larva yang mengembara
disebut visceral larva migrans dengan gejala eosinofilia, demam dan
hepatomegali. Penyakit tersebut dapat juga disebabkan oleh larva
Nematoda lain.
Epidemiologi
Prevalensi
Toxokariasis pada anjing dan kucing pernah dilaporkan di Jakarta
masing-masing mencapai 38.3 % dan 26.0 %. Pencegahan dapat dihindarkan
dengan cara melarang anak untuk tidak bermain dengan anjing maupun
kucing dan tidak dibiasakan bermain di tanah.
8. Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum
GAMBAR 8
Klasifikasi Strongyloides stercoralis
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super famili : Rhabiditoidea
Genus : Strongyloides
Species : Strongyloides stercoralis
Hospes dan Nama Penyakit
Cacing ini hidup di dalam usus halus kucing dan anjing. Pada manusia, A.braziliense dan A. Caninum menimbulkan kelainan kulit.
Morfologi dan Siklus Hidup
Cacing dewasa tidak ditemukan pada manusia. A. braziliense dewasa yang
jantan panjangnya 4,7-6,3 mm, sedangkan yang betina panjangnya 6,1-8,4
mm. Mulutnya mempunyai sepasang gigi besar dan sepasans gigi kecil.
Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik kecil dengan rays pendek. A.
caninum jantan panjangnya 10 mm dan betinanya 14 mm. Mulutnya mempunyai 3
pasang gigi besar. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik besar
dengan rays panjang dan langsing. Secara tidak langsung dapat terinfeksi
larva filariform melalui penetrasi kulit dan selanjutnya larva
mengembara di kulit.
Patologi dan Gejala Klinis
Pada manusia, larva tidak menjadi dewasa dan menyebabkan kelainan kulit
yang disebut creeping eruption, creeping disease atau cutaneous larva
migrans. Creeping eruption adalah suatu dermatitis dengan gambaran khas
berupa kelaianan intrakutan serpiginosa, yang antara lain disebabkan
Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Pada tempat larva
filariform menembus kulit terjadi papel keras, merah dan gatal. Dalam
beberapa hari terbentuk terowongan intrakutan sempit yang tampak sebagai
garis merah, sedikit menimbul, gatal sekali dan bertambah panjang
menurut gerakan larva didalam kulit. Sepanjang garis yang berkelok-kelok
terdapat vesikel-vesikel kecil dan dapat terjadi infeksi sekunder
karena kulit di garuk.
Epidemiologi
Kucing dan anjing merupakan hospes definitif A.braziliense dan
A.Caninum. Penularan bisa dicegah dengan menghindari kontak dengan
tanah yang tercemar oleh tinja anjing dan kucing.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia
merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada
Nematoda ini merupakan masalah masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia. Penularan cacing Nematoda parasitusus dapat melalui tanah
yang disebut Soil transmitted helminth (Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan Strongyloides
stercoralis) dan yang yang tidak ditularkan melalui tanah (Enterobius
vermicularis dan Trichinella spiralis) (Retno Widyastuti, 2002). Faktor
tingginya infeksi cacing usus di Indonesia disebabkan oleh iklim tropik
yang panas dan lembap, pendidikan rendah, sanitasi lingkungan dan
perseorangan buruk, sarana jamban keluarga kurang, pencemaran lingkungan
oleh tinja manusia dan kapadatan penduduk yang tinggi.
Penularan cacing Nematoda parasit usus yaitu:
-> Telur infektif masuk melalui mulut : Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura
-> Larva infektif menembus kulit sehat : Cacing tambang, S.stercoralis
-> Telur infektif masuk melalui mulut, melalui udara atau secara langsung melalui tangan penderita : E. vermicularis
-> Larva infektif masuk mulut bersama daging yang dimakan : T.spiralis.
Kelainan patologik yang ditimbulkan oleh infeksi cacing parasit usus yaitu:
->
Cacing dewasa dapat menimbulkan : gangguan pecernaan, perdarahan dan
anemia, alergi, obstruksi usus, iritasi usus dan perforasi usus.
-> Larva cacing dapat menimbulkan : reaksi alergik, kelainan jaringan.
Diagnosis pasti infeksi nematode parasit usus dilakukan melalui:
-> Pemeriksaan tinja : A.lumbricoides, cacing tambang, S.stercoralis dan T.trichiura.
-> Pemeriksaan mukosa rektum : T.trichiura
-> Anal swab : E.vermicularis
-> Biopsi otot : T.spiralis
Saran
Untuk mencegah infeksi nematoda parasit usus berikut adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan :
1. Mengobati penderita dan massa.
2. Pendidikan kesehatan pribadi dan lingkungan.
3. Menjaga kebersihan makanan atau memasak makanan dengan baik.
4. Memakai alas kaki bila berjalan di tanah (untuk mencegah infeksi cacing tambang dan strongiloidiasis).
5. Pembuatan MCK yang sehat dan teratur.
Referensi
Anonim. 2004. Nematodes (Roundworm): Intestinal. (On-Line)
http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/lecture4%20intest%20nematodes.htmDiakses
29 Mei 2008.
Gandahusada, Srisasi, Prof. dr. 2006. Parasitologi Kedokteran. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Onggowaluyo, J.S. 2002. Parasitologi Medik I. Penertbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Padmasutra, Leshmana, dr. 2007. Catatan Kuliah:Ascaris lumbricoides. Jakarta:Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta.
Soedarto. 1991. Helmintologi Kedokteran.. Penerbit Buku Kedokteran. ECG, Jakarta
Soedarto. 1996. Atlas Helmintologi Kedokteran. Universitas. Penerbit Buku Kedokteran. ECG, Jakarta.
Widyastuti, Retno. 2002. Paraitologi. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar